Sudah hampir sebulan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dilaksanakan di sekolah, antusias peserta didik dan orang tua terlihat sangat tinggi dalam mengiringi pelaksanaan kegiatan PTM ini. PTM ibarat segelas air yang diberikan saat semua orang dalam keadaan yang sangat haus, menyegarkan dan mengembalikan secercah harapan yang hampir sirna di hati masyarakat. Memang pandemi covid 19, telah mengubah dunia pendidikan terutama dari proses pembelajaran, dimana biasanya dilakukan di dalam kelas dengan tatap muka, namun sejak pandemi berlangsung, berubah menjadi belajar daring (dalam jaringan). Guru, siswa dan orang tua dituntut untuk bisa menghadirkan proses pembelajaran yang efektif dan aktif walaupun dilaksanakan dari rumah masing-masing. Singkat kata, pemerintah telah memberlakukan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau yang disebut dengan pembelajaran daring (online).
Sejak diberlakukannya pembelajaran online tersebut, maka mulailah muncul berbagai webinar dan pelatihan yang membahas tentang strategi mengajar online dan juga menawarkan berbagai fasilitas aplilkasi pembelajaran untuk menyukseskan pembelajaran online tersebut. Tak luput pula pemerintah turut dalam upaya penyuksesan pembelajaran online dengan memberikan data/kuota internet belajar bagi guru dan peserta didik. Pemberlakuan belajar dari rumah juga disambut sangat gembira oleh peserta didik dengan asumsi bahwa mereka memiliki banyak waktu untuk di rumah dan libur yang selama ini mereka dambakan akhirnya terwujud. Tak perlu lagi bangun pagi untuk ke sekolah,sebab belajarnya sudah dari rumah yang menurut mereka waktunya dapat diatur sendiri. Tak perlu lagi bertemu dengan guru yang sering memberikan berbagai aturan.
Sebulan,dua bulan berjalan semuanya masih dalam zona nyaman, tetapi beberapa bulan kemudian rasa bosan dan berbagai masalah mulai muncul dengan sistem belajar dari rumah. Kegiatan PBM yang dilaksanakan secara daring memaksa orang tua untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar anak-anaknya, banyak pengalaman yang mereka rasakan ketika harus mendampingi anak-anaknya untuk belajar di rumah. Ramai diberbagai media sosial yang menceritakan pengalaman mereka selama mendampingi anak-anaknya belajar baik positif maupun negatif. Seperti misalnya ternyata ada orang tua yang sering marah karena mendapatkan anaknya yang sulit diatur sehingga mereka tidak tahan dan menginginkan anak mereka belajar kembali di sekolah. Hal itu semakin di perparah dengan ketidakmampuan beberapa orang tua dalam mengajar dan membimbing anaknya jika ada materi atau tugas dari guru. Sebab disiplin ilmu mereka tak memadai untuk mengajarkan materi atau tugas yang diberikan oleh guru. Padahal Pendidikan anak sejatinya adalah tanggung jawab mutlak orang tua, sebab diakhirat nanti pun orang tua akan diminta pertanggungjawaban atas anak mereka masing-masing.
Kejadian ini seakan memberikan kesadaran kepada orang tua bahwa tugas sebagai seorang guru dalam mendidik siswa itu ternyata tidak mudah, diperlukan ilmu dan kesabaran yang sangat besar. Padahal jauh sebelum masa pandemi covid 19 sering kali kita mendengar dan membaca berita beberapa orang tua siswa yang melaporkan guru akibat melakukan upaya pendisiplinan terhadap anak mereka pada saat belajar disekolah. Seakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam mendisiplinkan siswa itu adalah sebuah kejahatan yang sangat besar dan harus berakhir di ranah hukum.
Pandemi covid-19 ini juga menjadi sebuah alat yang memperlihatkan bahwa keberadaan seorang guru tak akan mungkin dapat tergantikan. Padahal sebelum pandemi covid 19 ada beberapa pihak yang berasumsi bahwa suatu saat peran seorang guru akan terkikis dengan kehadiran berbagai aplikasi belajar yang canggih dan berbasis internet (guru mesin). Sebab dengan menggunakan internet manusia bisa mengetahui sesuatu yang diinginkannya dengan cepat tanpa terbatas ruang dan waktu. Namun, kenyataan selama pembelajaran daring di masa pandemi hal itu tak terbukti adanya dan orang tua serta murid tetap menginginkan dan meminta untuk segera kembali bersekolah yang notabene saat pembelajaran online berbagai fasilitas internet tersedia. Hal ini mungkin disebabkan karena pada internet atau guru mesin tidak memiliki unsur rasa, bahasa dan karakter. Peran ini harus diambil oleh guru manusia untuk mengimbangi peran guru mesin yang hanya bisa transfer pengetahuan tanpa ada filter, sebab mesin tidak mengetahui nilai baik dan buruk. Hal ini sekan menjadi sebuah bukti bahwa sampai kapanpun selagi manusia ada maka guru manusia tidak akan tergantikan perannya oleh teknologi apapun. Oleh karena itu jika tak berlebihan maka guru seyogyanya harus “berterima kasih “ kepada covid19 yang telah mere-ekasistensi guru di tengah masyarakat.
Penulis : Ilmal,S.Pd.